Senin, 20 Juni 2016

Kritik Seni Arda Fathimah.



OPERA JAWA: Paparan Kritik Seni Pertunjukan.
Arda Fathimah Fania Ena.      NIM    2013.1.111.1081. KritikTari. Seni tari 6. Stkws.2016
Dosen:  R. DjokoPrakosa

Opera Jawa adalah film musical produksi gabungan Indonesia dan Austria yang disutradari oleh diproduksi oleh GarinNugroho dan diproduksi pada tahun 2006, dibintang iantara lain oleh Artika Sari Devi, MrtinusMiroto dan RetnoMaruti.
Sinopsis: Kisah dalam film independen ini menggambarkan kehidupan yang penuhkonflik dengan menggunakan kisah Ramayana sebagai patokan cerita.Hampir semua aspek kehidupan masuk di dalamnya: mulai dari permasalahan cinta segitiga dalam sebuah keluarga (dengantokohSetyo, SitidanLudiro) hingga masalah social, politik dan perekonomian yang mengorbankan kehidupan rakyat kecil.
Ada aspek yang unik dari film ini karena menggabungkan unsure seni drama, tari, busana tradisional Indonesia serta menampilkan juga keindahan panorama Indonesia.Para seniman Indonesia di bidang-bidang tersebut juga turut meramaikan film ini. (Page source: https://id.wikipedia.org/wiki/Opera_Jawa)
Sajian
Seorang perempuan berambut panjang tergerai mengenakan kemben sedang menari gerakan alus dimulai dengan gerakan tangan, senapan ditangan kanannya, bersamaan muncul tulisan ‘sains’.Lalu ia menengadahkan kepalanya sembari mengarahkan senapannya dari dahi ke dagu, perlahan ia seret keleher bersamaan muncul tulisan ‘estetika’disusul ‘teknologi’. Kemudian berjalan mundur, mengangkat tangankanannya dan mengarahkan senapan ke depan lalu ditembakkan bersamaan muncul tulisan ‘SET Film Workshop’.
Isi:
1.      Penduduk berkumpul mendengarkan seorang pria berbadan besar sedang bercerita tentang kisah seorang DewiSinta yang hatinya diperebutkan oleh banyak laki-laki.
2.      Tampak seorang pria gundul sedang melakukan pemujaan di bawah pohon yang diikat kain putih.
3.      Tampak sekelibat kegiatan penduduk di siang hari.
4.      Sepasang suami istri memetik buah menggunakan galah.
5.      Sang istri sedang membenahi sanggul lalu sang suami duduk di belakangnya, tangan kanannya turut memegang sanggul. Saat sang istri menggigit sebuah jepit, sang suami mengambil jepit tersebut lalu mengusaplembut bibirnya, kemudian mereka bernyanyi.

“nalika lemah wis ra nguripi, aku lan kowe kaya Rama lan Sinta, sing kasingkir saka bumine dewe. Sing isih mung kasetyan, pandunga lan katresnan”.

6.      Tampak patung-patung berbentuk kepala diatas piring-piring yang memenuhi ruang dan diantaranya ada satu lilin merah besar. Tiba-tiba muncul seorang pria dari balik daging sapi yang digantung, ia bernyanyi sembari mengurai rambut ikalnya. Ia berjalan dan melakukan gerak junjungan diimbangi dengan volume gerak yang lebar.
7.      Tampak segerombolan pemuda bergerak rampak menggunakan sebuah properti yang digendong dan dua properti yang dibawa kedua tangannya. Mereka datang ke pasar untuk berbuat onar, mengobrak-abrik tempat berjualan, sehingga membuat orang-orang ketakutan dan berlarian pergi.
8.      Tampak seorang pria paruh baya dengan berani mengacungkan telunjuknya kearah segerombolan pemuda pembuat onar sambil bernyanyi.

“Dumeh kowe wong kuasa, tindakmu angger, aku luput apaa ka aniaya, nganti bubras getih”.

Para pembuat onar bergerak bersama dan berteriak kemudian berlari kearah kakek tersebut lalu membunuhnya.Tampaknya siapa saja yang melawan akan dibunuh.
9.      Seorang anak laki-laki menggendong adiknya, menoleh kearah boneka yang digantung pada bamboo sambil keheranan, tiba-tiba muncul seorang bapak yang menyuruhnya pergi.
10.  Suami berpesan kepada seseorang untuk menunggu rumah dan menjaga istrinya selama ia pergi bekerja di tempat yang jauh.
11.  Seorang pria paruhbaya lainnya memberikan sambil membacakan sepenggal isi surat kepadaSiti, kemudian ia melanjutkan membaca sendiri.
12.  Seorang pria melakukan pengasapan dari pemujaan di sekitar rumah Siti sebagai penjagaan untuk sang istri yang ditinggal suaminya.
13.  Siti dengan raut wajah sedih kemudian digoda oleh seseorang berwajah lucu dengan gerakan lucu mencoba menghibur Siti. Lalu akhirnya Siti tergoda untuk ikut menari.
Kesan, Imajinasi Tari.
Satu persatu pemeran (aktor, aktris) tampil piawai. Tidak ada gerakan yang tersia-sia. Kalau kita biasanya hanya melihat gerak tari dari jauh, yaitu dari kursi penonton kepanggung, maka dalam film ini kita bisa melihat gerak tari secara close up. Gerakboleh tampil gemulai tapi energi yang tersalur bisa kita rasakan karena tampak jelas pada otot para penarinya.
Cerita ‘Opera Jawa’ merupakan saduran bebas dari epic  Ramayana dengan meletakannya dalam konteks yang sangat ‘Indonesia’. Pilihan ini membuat penonton dengan cepat memiliki ikatan dengan cerita. Semua ditampilkan dengan tari dan tembang yang mudah-mudahan masih menjadi bagian bawah sadar berkesenian masyarakat kita.
Koreografi tari yang kuat memainkan peranan penting. Ekspresi mentah gerak penari mampu menyajikan emosi yang diharapkan. Kita bisa ikut merasakan ketika hasrat Siti menggelora dalam tarian menggunakan kukusan nasi, tergoda bujuk rayu Ludiro yang bersembunyi dibalik kiri tembang yang menceritakan nikmatnya telo (ketela). Di lain waktu, kesan mencekam begitu terasa lewat gerak penari yang liar yaitu Ludiro dan kelompoknya (sekelompok pemuda berpakaian ala penari tapi bertopi tentara) yang menindas semua yang tidak mau tunduk padanya.

Paparan nilai-nilai
Apabila diamati dari gerakan tarian dalam ‘Opera Jawa’ adalah karakter budaya Jawa Kontemporer. Setting eksterior rumah Setyo-Siti menjadi penunjuk ruang sosial. Pada saat adegan pengawal melakukan ritual Mawija, dia bergerak natural bercampur tari tradisional Bali.Pada kepercayaan Hindu Bali, upacara ritual Mawija adalah upaya menumbuh-kembangkan benih-benih sifat kedewasaan (Siwa) untuk mengatasi sifat keraksasaan yang tumbuh dan berkembang dalam pikiran dan hati manusia.Nilai-nilai moral dan agama yang dipresentasikan oleh pengawal dan kelompoknya memberikan pertolongan kepada Siti yang kebingungan dan tidak berdaya supaya bebas dari kuatnya desakan dan iming-iming hasrat kepemilikan materi.Kemudian nilai-nilai moral tradisional juga masih dianggap sebagai benteng kuat untuk melindungi masyarakat dengan latarbelakang sosial budaya tradisional.
Terjadi benturan antara nilai budaya/tradisi/agama/moral dengan nilai kapitalis medalam diri tokoh Siti, dimana Siti berada dalam kebimbangan diantara mengikuti kata hati atau tetap berada pada nilai-nilaitradisi/budaya/agama dalam pemenuhan hasrat kepemilikan materi. Ketidakberdayaan dalam dominasi kekuasaan pada pertentangan kelas dan ketidak-mampuan pemenuhan hasrat (ekonomi, kesenangan dan birahi) yang diinginkan istrinya pada tokoh Setyo.Kecenderungan feminisme, persoalan gender yang menggugat dominasi maskulinitas dan pengembaraan pemenuhan hasrat (ekonomi, kesenangan dan birahi) pada tokoh Siti.Konflik eksternal pada tokoh-tokoh yang terlibat, merefleksikan persoalan gender, feminisme, kapitalisme, pertentangan kelas dan dominasi kekuasaan.
Pesan dan makna pada film Opera Jawa ini merefleksikan persoalan gender, feminisme, dominasi maskulinitas, dominasi kekuasaan, pertentangan kelas dan kapitalisme di tengah kehidupan masyarakat patriarkal dalam sosio-budaya Jawa Komtemporer. Sang sutradara, Garin mengaktualisasikan epik Ramayana yang menjadi rujukan tersebut menjadi kendaraan aktualisasi ekspresi diri pribadi dalam konteks estetika posmodern.

“Opera Jawa”.  Sutradara     : Garin Nugroho. Penulis Armantor Pemeran : Artika Sari Devi, Martinus Miroto, Eko Supriyanto,       I Nyoman Sura,  Retno Maruti, Jecko Siompo Pui, Slamet Gundono  Musik; Rahayu Supanggah;  Sinematografi  : Teoh Gay Hian; Penyunting : Andhy Palung Waluyo;  Distributor : SET Film Workshop

Tidak ada komentar:

Posting Komentar