OPERA JAWA: Paparan Kritik Seni Pertunjukan.
Arda
Fathimah Fania Ena. NIM 2013.1.111.1081. KritikTari. Seni tari 6. Stkws.2016
Dosen: R. DjokoPrakosa
Opera
Jawa adalah film musical produksi gabungan Indonesia dan Austria yang
disutradari oleh diproduksi oleh GarinNugroho dan diproduksi pada tahun 2006,
dibintang iantara lain oleh Artika Sari Devi, MrtinusMiroto dan RetnoMaruti.
Sinopsis:
Kisah dalam film independen ini menggambarkan kehidupan yang penuhkonflik dengan
menggunakan kisah Ramayana sebagai patokan cerita.Hampir semua aspek kehidupan masuk
di dalamnya: mulai dari permasalahan cinta segitiga dalam sebuah keluarga
(dengantokohSetyo, SitidanLudiro) hingga masalah social, politik dan perekonomian
yang mengorbankan kehidupan rakyat kecil.
Ada
aspek yang unik dari film ini karena menggabungkan unsure seni drama, tari,
busana tradisional Indonesia serta menampilkan juga keindahan panorama
Indonesia.Para seniman Indonesia di bidang-bidang tersebut juga turut meramaikan
film ini. (Page source: https://id.wikipedia.org/wiki/Opera_Jawa)
Sajian
Seorang perempuan
berambut panjang tergerai mengenakan kemben sedang menari gerakan alus dimulai dengan gerakan tangan,
senapan ditangan kanannya, bersamaan muncul tulisan ‘sains’.Lalu ia menengadahkan
kepalanya sembari mengarahkan senapannya dari dahi ke dagu, perlahan ia seret keleher
bersamaan muncul tulisan ‘estetika’disusul ‘teknologi’. Kemudian berjalan mundur,
mengangkat tangankanannya dan mengarahkan senapan ke depan lalu ditembakkan bersamaan
muncul tulisan ‘SET Film Workshop’.
Isi:
1. Penduduk
berkumpul mendengarkan seorang pria berbadan besar sedang bercerita tentang kisah
seorang DewiSinta yang hatinya diperebutkan oleh banyak laki-laki.
2. Tampak
seorang pria gundul sedang melakukan pemujaan di bawah pohon yang diikat kain putih.
3. Tampak
sekelibat kegiatan penduduk di siang hari.
4. Sepasang
suami istri memetik buah menggunakan galah.
5. Sang
istri sedang membenahi sanggul lalu sang suami duduk di belakangnya, tangan kanannya
turut memegang sanggul. Saat sang istri menggigit sebuah jepit, sang suami mengambil
jepit tersebut lalu mengusaplembut bibirnya, kemudian mereka bernyanyi.
“nalika
lemah wis ra nguripi, aku lan kowe kaya Rama lan Sinta, sing kasingkir saka bumine
dewe. Sing isih mung kasetyan, pandunga lan katresnan”.
6. Tampak
patung-patung berbentuk kepala diatas piring-piring yang memenuhi ruang dan diantaranya
ada satu lilin merah besar. Tiba-tiba muncul seorang pria dari balik daging sapi
yang digantung, ia bernyanyi sembari mengurai rambut ikalnya. Ia berjalan dan melakukan
gerak junjungan diimbangi dengan volume gerak yang lebar.
7. Tampak
segerombolan pemuda bergerak rampak menggunakan sebuah properti yang digendong dan
dua properti yang dibawa kedua tangannya. Mereka datang ke pasar untuk berbuat onar,
mengobrak-abrik tempat berjualan, sehingga membuat orang-orang ketakutan dan berlarian
pergi.
8. Tampak
seorang pria paruh baya dengan berani mengacungkan telunjuknya kearah segerombolan
pemuda pembuat onar sambil bernyanyi.
“Dumeh kowe wong kuasa, tindakmu angger, aku luput
apaa ka aniaya, nganti bubras getih”.
Para
pembuat onar bergerak bersama dan berteriak kemudian berlari kearah kakek tersebut
lalu membunuhnya.Tampaknya siapa saja yang melawan akan dibunuh.
9. Seorang
anak laki-laki menggendong adiknya, menoleh kearah boneka yang digantung pada
bamboo sambil keheranan, tiba-tiba muncul seorang bapak yang menyuruhnya pergi.
10. Suami
berpesan kepada seseorang untuk menunggu rumah dan menjaga istrinya selama ia pergi
bekerja di tempat yang jauh.
11. Seorang
pria paruhbaya lainnya memberikan sambil membacakan sepenggal isi surat kepadaSiti,
kemudian ia melanjutkan membaca sendiri.
12. Seorang
pria melakukan pengasapan dari pemujaan di sekitar rumah Siti sebagai penjagaan
untuk sang istri yang ditinggal suaminya.
13. Siti
dengan raut wajah sedih kemudian digoda oleh seseorang berwajah lucu dengan gerakan
lucu mencoba menghibur Siti. Lalu akhirnya Siti tergoda untuk ikut menari.
Kesan, Imajinasi Tari.
Satu persatu pemeran
(aktor, aktris) tampil piawai. Tidak ada gerakan yang tersia-sia. Kalau kita biasanya
hanya melihat gerak tari dari jauh, yaitu dari kursi penonton kepanggung, maka dalam
film ini kita bisa melihat gerak tari secara close up. Gerakboleh tampil gemulai tapi energi yang tersalur bisa kita
rasakan karena tampak jelas pada otot para penarinya.
Cerita ‘Opera
Jawa’ merupakan saduran bebas dari epic Ramayana
dengan meletakannya dalam konteks yang sangat ‘Indonesia’. Pilihan ini membuat penonton
dengan cepat memiliki ikatan dengan cerita. Semua ditampilkan dengan tari dan tembang
yang mudah-mudahan masih menjadi bagian bawah sadar berkesenian masyarakat kita.
Koreografi tari
yang kuat memainkan peranan penting. Ekspresi mentah gerak penari mampu menyajikan
emosi yang diharapkan. Kita bisa ikut merasakan ketika hasrat Siti menggelora dalam
tarian menggunakan kukusan nasi, tergoda bujuk rayu Ludiro yang bersembunyi dibalik
kiri tembang yang menceritakan nikmatnya telo (ketela). Di lain waktu, kesan mencekam
begitu terasa lewat gerak penari yang liar yaitu Ludiro dan kelompoknya
(sekelompok pemuda berpakaian ala penari tapi bertopi tentara) yang menindas semua
yang tidak mau tunduk padanya.
Apabila diamati dari
gerakan tarian dalam ‘Opera Jawa’ adalah karakter budaya Jawa Kontemporer. Setting eksterior rumah Setyo-Siti menjadi
penunjuk ruang sosial. Pada saat adegan pengawal melakukan ritual Mawija, dia bergerak natural bercampur tari
tradisional Bali.Pada kepercayaan Hindu Bali, upacara ritual Mawija adalah upaya menumbuh-kembangkan benih-benih
sifat kedewasaan (Siwa) untuk mengatasi sifat keraksasaan yang tumbuh dan berkembang
dalam pikiran dan hati manusia.Nilai-nilai moral dan agama yang dipresentasikan
oleh pengawal dan kelompoknya memberikan pertolongan kepada Siti yang
kebingungan dan tidak berdaya supaya bebas dari kuatnya desakan dan iming-iming hasrat kepemilikan materi.Kemudian
nilai-nilai moral tradisional juga masih dianggap sebagai benteng kuat untuk melindungi
masyarakat dengan latarbelakang sosial budaya tradisional.
Terjadi benturan
antara nilai budaya/tradisi/agama/moral dengan nilai kapitalis medalam diri tokoh
Siti, dimana Siti berada dalam kebimbangan diantara mengikuti kata hati atau tetap
berada pada nilai-nilaitradisi/budaya/agama dalam pemenuhan hasrat kepemilikan materi.
Ketidakberdayaan dalam dominasi kekuasaan pada pertentangan kelas dan ketidak-mampuan
pemenuhan hasrat (ekonomi, kesenangan dan birahi) yang diinginkan istrinya pada
tokoh Setyo.Kecenderungan feminisme, persoalan gender yang menggugat dominasi maskulinitas
dan pengembaraan pemenuhan hasrat (ekonomi, kesenangan dan birahi) pada tokoh Siti.Konflik
eksternal pada tokoh-tokoh yang terlibat, merefleksikan persoalan gender,
feminisme, kapitalisme, pertentangan kelas dan dominasi kekuasaan.
Pesan dan makna pada
film Opera Jawa ini merefleksikan persoalan gender, feminisme, dominasi maskulinitas,
dominasi kekuasaan, pertentangan kelas dan kapitalisme di tengah kehidupan masyarakat
patriarkal dalam sosio-budaya Jawa Komtemporer. Sang sutradara, Garin mengaktualisasikan
epik Ramayana yang menjadi rujukan tersebut menjadi kendaraan aktualisasi ekspresi
diri pribadi dalam konteks estetika posmodern.
“Opera Jawa”. Sutradara : Garin Nugroho. Penulis Armantor Pemeran : Artika Sari Devi, Martinus Miroto, Eko Supriyanto, I
Nyoman Sura, Retno Maruti, Jecko Siompo
Pui, Slamet Gundono Musik; Rahayu
Supanggah; Sinematografi : Teoh Gay Hian; Penyunting : Andhy Palung Waluyo; Distributor :
SET Film Workshop
Tidak ada komentar:
Posting Komentar