OPERA JAWA
Annisa
Karina Maharani. 2013.1.111.1080. /kritik Tari. Seni Tari.6. STKWS. 2016.
Dosen: R. Djoko
Prakosa
Di dalam pembuatan film ini yang
berjudul Opera Jawa mengandung nilai Sains, Estetika, Teknologi, dan Simbolis.
Film ini diproduksi oleh SET FILM WORKSHOP.
Pembuatan film sendiri dibantu oleh
1. New
Crowned Hope Festival Vienna 2006
2. Set
Film Worshop
3. Goteborg
Film Found
4. Hubert
Bals Fund of the International Film
5. Festival
Rotterdam
6. Swiss
Agency for Development and Cooperation
Sumber dari film ini adalah awalnya saya
menonton video pada saaat mata kuliah Kritik Tari yang diputarkan oleh Dosen
saya bernama Joko Prakosa, M.sn. Kemudian tugasnya adalah mengkritik film ini.
Untuk melengkapinya saya melihat film ini secara lengkap dan langsung melalui
You tube.
Film
ini merupakan visualisasi dari cerita Kisah Cinta antara Rama dan Sinta
kemudian ada sosok Rahwana yang sangat menyukai, mencintai dan ingin mendapat
Sinta. Dimana adegan pada film ini adalah pada saat bagaimana Rahwana berusaha
untuk menculik Sinta dari tangan Rama dan Leksmana adiknya. Setiap adegannya
menggunakan simbol – simbol tertentu, selalin itu juga terdapat unsur dramatik
juga dengan perpaduan Tari Tradisional, Budaya (Adat Istiadat) Jawa serta unsur
Musik, Teater, tidak lupa juga unsur Seni Rupa. Sehingga semua elemen seni
(Seni Tari, Seni Musik, Seni Teater dan Seni Rupa) terdapat pada film ini dan
melebur menjadi satu di dalamnya. Bagaimanapun caranya Rama akan tetap
mempertahankan Sinta dibantu oleh adiknya Leksmana. Pemeran Utama dalam film
ini adalah
1. Martinus
Miroto sebagai Rama
2. Artika
Sari Dewi sebagai Sinta
3. Eko
Supriyanto sebagai Rahwana
4. Jacko
Siompo Pui sebagai Anoman
Untuk pemeran pembantu lainnya adalah
1. Retno
Maruti
2. I
Nyoman Sura
3. Slamet
Gundono
Kemudian dalam cuplikan
Film ini dibagi menjadi beberapa adegan yang pokok yaitu dimulai dengan
a.
Adegan 1
Terlihat
sekumpulan masyarakat yang berkumpul menjadi satu dan membentuk sebuah
lingkaran. Mereka semuanya bersamaan melihat dan mendengarkan sebuah cerita
yang diceritakan oleh seorang pendongeng yang duduk di sebuah kursi, berada di
tengah – tengah kerumpunan, berbadan gemuk, kulit putih, memakai syal udeng di
leher berwarna coklat, celan berwarna abu – abu, memakai topi koboi berwarna
hitam dan tidak memakai baju. Sedangkan di bawahnya (di depannya) persis dengan
posisi duduk bersila adalah Ketua Adat, disampingnya adalah Rama sedangkan di
depannya Rama adalah Sinta. Ketua Adat sendiri memakai hem berwarna putih
lengan panjang, sarung disilang ke kanan pada bagian puggung depan dan belakang
serta udeng, Di samping kirinya gambaran dari seorang Rama. Ia memakai hem berwarna abu – abu muda lengan pemdek.
Celan panjang berwarna coklat, Potongan rambut rapi, duduk bersila dengan
posisi kedua tangan digenggan medepannjadi
1. Untuk gambrannya Sinta sendiri adalah memakai Kemeja Putih Bunga lengan
pendek, Berambut panjang di kuncir bawah, membawa keranjang belanja yang
terbuata dari anyaman bamboo yang berisi sayuran, membawa kukusan yang terbuat
dari anyaman bamboo berbentuk kerucut biasanya dipakai untuk menanak nasi,
kedua tanga menggemgam menjadi satu.
Keduanya
saling memandang satu sama lain dan tersenyum. Begitu juga melihat ke samping
kana dan kiri untuk me;lihat Ketua Adat berbicara dan menyampaikan pesan kepada
mereka berdua. Di depannya terdapat kotak berwarna coklat. Kemudian tangan
ketiganya bergabung menjadi satu berada
di tengah atau di atas kotak tersebut. Setelah dibuka kotak itu ternyata di
dalamnya berisi sebuah hati yang masih segar. Pendongeng itu sambil berkata dan
bernyanyi bahwa di dalam hati babi ini semua orang bisa melihat seluruh
kehidupannya. Selain itu juga bisa membaca nasib siapa pun. Dalam kehidupan,
kematian serta cinta itu bercampur bersama – sama. Inilah ceritanya Sang Dewi
Sinta. Hati yang diperebutkan oleh banyak laki – laki se- dunia. Mulai dari
jaman dahulu (Adam atau Nabi) samapi Adam Smith. Semua orang mencari tentang
kebenaran setiap manusia itu belum tentu benar. Untuk gambaran dari
masyarakatnya berpakaian jaman sekarang tetapi terlihat sederhana.
b.
Adegan 2
Terlihat
suasana di sebuah rumah kuno atau Desa terdapat empat (4) kursi tamu dan satu (1) meja bundar membentuk
lingkaran, ada (1) dipan (tempat tidur) dengan dialasi karpet yang terbuat dari
anyaman bambu diatasnya terdapat satu (1) besek berukuran sedang yang terbuat
dari bamboo serta satu (1) rambut cemara, satu (1) meja rias berbentuk kotak di
atasnya terdapat kukusan dari anyaman bambu, satu (1) kaca rias, satu (1)
kursi, dua (2) cemara yang tergantung di dinding, jendela yang bersekat kayu,
satu (1) kaca jendela kecil, dua (2) pintu yang berslambu. Disini sosok Sinta
duduk diatasa dipan dengan memegang satu (1) buah kukusan seperti membanyangkan
sesuatu dan sambil berpikir. Kemudian kukusan itu diletakkannya kembali secara
pelan – pelan di samping kanannya. Dengan rambut terurai panjang, memakai
daster panjangnya di bawah lutut, bermotif bunga – bunga.
c.
Adegan 3
Suasana berada di sebuah Desa dengan berbagai
macam aktifitas, rutinitas, pekerjaan yang dilakukan setiap harinya. Terlihat
ada tiga (3) orang yang membakar gerabah, dua (2) orang laki – laki, satu (1)
orang perempuan membuat kerajinan kendi atau guci yang terbuat dari tanah liat.
Sedangkan lima (5) orang perempuan paru baya membuat guci tetapi dari proses
awal pembentukkannya dengan berbagai macam bentuk. Mereka semuanya ada yang
memakai pakaian (busana) kebaya kuno, daster, sewek, kaos, celana panjang.
Untuk sosok Sinta memakai daster panjang motif bunga – bunga dengan rambut di
kepang panjang ke samping kiri, kegiatannya sendiri adalah menghitung hasil
dari hasil penjualannya dan ada satu (1) perempuan paru baya yang berbicara
dengannya. Tiga (3) perempuan paru baya asyik mengobrol bersama. Kemudian ada
satu (1) perempuan yang sedang proses membuat kendi. Ada juga tiga (3)
perempuan paru baya yang membuat sanggul. Disini terlihat sekali tentang
bagaimana kehidupan di jaman dahulu tentang segala rutinitas, kegiatan,
aktifitasnya di dalam bekerja selain itu saling bekerjasama, saling membantu
satu (1) sama lainnya, kerukunannya. Terlihat bagaimana keaslian Indonesia
dalam mempertahankan dan membudidayakan Kebudayaannya sendiri tanpa terpengaruh
oleh Budaya Asing.
d.
Adegan 4
Pada
adegan ini terlihat pemeran gambaran dari Leksmana sedang melakukan ritual atau
doa di sebuah hutan. Di hutan itu terdapat banyak pepohonan tetpi hanya satu
pohon yang dipilihnya dan diberi kain berbentuk persegi pangjang melingkari
besarnya pohon sehingga terlihat pohon keramat. Di bagian bawahnya ada sebuah
balok kayu dan diberi kain putih. Selain itu ada sebuah nampan yang berisi
tentang perlengkapan ritual atau doa serta ada berapa biji Dupa yang dinyalakan
sehingga menimbulkan efek asap. Saat itu sosok pemeran Leksmana memakai baju
hem berwarna cream lengan pendek, udeng bali berwarna putih, sarung pangjangnya
diatas mata kaki, memakai sabuk di pinggang, dan berduduk bersila melakukan
ritual dan doa. Selesainya sajennya dibawa pulang kembali.
e.
Adegan 5
Untuk
adegan ini terlihat pemeran dari gambaran Rama dan Sinta sedang bersama di sebuah
halaman untuk mengambil buah sukun dengan menggunakan tongkat panjang dan
bagian ujungnya ada pisaunya. Di adegan ini Rama memakai baju kaos polos
berwarna putih dengan celana pangjang berwarna coklat, sedangkan Sinta memakai
daster berwarna coklat dan rambutnya diikat satu di bawah. Saat adegan ini
terlihat sekali kemesraan keduanya dengan balutan kebahagian,keharmonisan, dan
kesetiaan. Terlihat saat adegan Sinta mengambilkan alat untuk mengambil buah
antara Rama dan Sinta saling memendang dengan tersenyum bahagia.
f.
Adegan 6
Terlihat
sekali bagaimana kebersamaan, kemesraan, keharmonisan diantara keduanya. Saat
itu Sinta membuat sanggul dan mengambil tusuk kondenya sedangkan Rama duduk
dibelakang Sinta, keduanya duduk bersama di atas Ranjang atau Dipan dengan
saling memandang. Rama pun ikut mengambil dan memegang tusuk konde yang akan di
pasang di sanggul. Sehingga keduanya saling memegang tangannya dan jari tangan
Rama digit kecil oleh Sinta. Keduanya memakai baju batik. Untuk Rama memakai
warna hitam dengan motif berwarna abu –
abu sedangkan Sinta dengan motif bunga berwarna hijau muda. Keduanya mulai
melakukan gerak – gerak tertentu (menari) serta keduanya menembang. Isinya
sendiri adalah Meskipun tanah sudah aku hidupkan aku dan kamu Rama Sinta yang tersnigkir
dan buminya sendiri yang ada cuma Kesetian, kemesraan, kebahagiaan, doa serta
cinta. Walaupun nembang keduanya bergerak (menari) dengan posisi jari 1
nyempurit.
g.
Adegan 7
Banyak
terlihat patung – patung hanya bagian kepalanya saja. Ada yang berwarna merah
dan putih. Dan bisa dinyalakan sebagai lilin. Seperti terlihat di sebuah
ruangan untuk memotong daging sapi, terlihat bahawa di dalam ruangan itu satu
ekor sapi yang sudah terkelupas kulitnya, dan daging sapi itu digantung.
Kemudian muncullah seorang laki – laki sebagai gambaran dari Rahwana yang
berkuasa, terlihat kejam dan bengis. Dengan memakai celana berwarna hitam,
jarik pendek berwarna coklat, memakai sabuk merah serta berabut panjang ikal.
Kemudian sambil menembang yaitu Aku setetes darah ibu yang berwujud badan,
daerah yang menutunku jadi manusia, aku penguasa dunia dari lahirnya rahim
ibuku, semua adalah kekuasaaku, Lebur. Kemudian sosok Rahwana itu mengambil
sebuah potongan kepala sapi kemudian banyak patung berbentuk kepala manusia dan
tengahnya menyala seperti lilin yang menyala dan ditiupnya.
h.
Adegan 8
Suasananya
berada di Pasar sebuah Desa. Muncul segerombolan laki – laki dengan memakai
sarung yang motifnya kotak – kotak, memakai topi koboi (laken kecil), membawa
kursi lipat yang terbuat bamboo yang digendong di punggungnya dan kedua
tangannya memegang alat cukur rambut yang digerakkan membuka dan menutup
sehingga menimbulkan bunyi atau nada. Mereka semuanya berjalan secara perlahan
dan membentuk sebuah barisan dengan mata tajam menorot ke depan. Kemudian
melakukan beberapa gerakan tetapi pada akhirnya mereka semuanya berekspresi
seperti sedang keadaan marah sehingga merusakserta melempari beberapa kios
pedang daging yang kemudian dagingnya diambil dan dibuang sambil berteriak dan
tertawa seperti mendapatkan kepuasan. Ada seorang pedagang paru baya yang
sangat kecewa dengan perlakuan segerombolan laki – laki ini yang diungkapkan
melalui tembang Mentang – mentang kamu orang yang berkuasa, tindakanmu
seenaknya sendiri, aku salah apa? Kok kamu aniaya seperti ini, hatiku sakit
sekali. Saat itu semua segerombolan laki – laki itu langsung mengkeroyok
seorang bapak paru baya itu dibalik semak – semak (tumpukkan padi). Kemudian
muncul seorang anak laki – laki yang menggendong adiknya di punggung sedang
berjalan, tidak sengaja saat berjalan dia melihat ada sebuah patung yang
membentuk manusia. Patung itu terbuat dari kain berwarna putih. Anak kecil itu
heran dan bingung melihat patung itu, kemudian keluarlah seorang laki – laki
paru baya yang membawa sapu lidi kecil dan mengusir anak laki – laki tersebut.
i.
Adegan 9
Saat
itu adegan pembuatan gerabah yang dibakar. Setelah selesai diproses dianaikkan
ke atas andong dan ditarik dengan dua ekor sapi. Terlihat pemeran Rama disitu
berpesan kepada pemeran Leksmana melalui tembang yaitu Kewajibanmu adalah
menunggu rumah dan jagalah istriku. Aku pergi tidak akan lama kemudian pemeran
Sinta membuka dompet serta memberikannya kepada Rama dan sambil membetulkan
baju Rama sebelum berangkat. Rama memberikan kunci kepada Leksmana. Barulah
Rama berang untuk berdagang dan memegang kendali andong tersebut.
j.
Adegan 10
Adegan
di sebuah ruang tamu rumah Rama, disitu Sinta duduk bersama dengan seorang
kakek. Kakek tersebut seperti membrikan informasi dan berpesan kepada Sinta
melalui tembang. Kemudian Leksmana datang dengan membawa minum yang tempatnya
disebut cangkir. Sinta memegang sebuah gulungan kertas yang dibawa oleh kakek
itu. Selesai membaca surat itu Sinta terihat bingung dan bimbang. Kemudian
kakek tersebut pamitan untuk pulang. Sinta langsung masuk ke dalam kamar.
Sedangkan Leksmana membersihkan meja ruang tamu dan membawa masuk ke dalam
cangkir minuman tadi.
k.
Adegan 11
Leksmana membawa sesaji yang berisi bunga serta dupa
yang sudah menyala. Kemudian dibelakangnya diikuti Sinta dan dibawanya ke dalam
tumpukkan serabut kelapa yang sudah kering. Disitu Leksmana membacakan mantra –
mantra atau doa untuk melindungi Sinta.
l.
Adegan 12
Terlihat
Sinta berada di dapur rumahnya sedang menanak nasi. Kemudian, seperti gambaran atau
halusinasi tentang bagaimana Rahwana ingin mengambil perhatian dan Hati Sinta,
dengan simbol – simbol ada sekelompokpenari laki – laki dan perempuan yang
sedang menari di dekat Sinta. Kemudian terlihat sosok Rahwana yang berusaha
menghibur dan merayu Sinta yang saat melihatnya terus tersenyum dan tersenyum.
Beberapa saat kemudian semuanya menari bersama dan bergembira dengan cara tang
Rama mengulurkan tangannya kepada Sinta.
Pada pembuatan Film ini
yang menvisualisasikan cerita Ramayana tentang Rama dan Sinta sangatlah bagus.
Tentang bagaimana mereka semuanya memadukan antara pembuatan film modern dengan
gambaran budaya jawa yang bekerjasama dengan para seniman, seniwati, penari,
artis (Putri Indonesia) dan rakyat menjadi satu rangkaian yang terlihat pada
sajian di sebuah Desa dan Hutan di dekat Desa tersebut. Untuk para pemain dalam
film ini sudah benar – benar ahli dibidanganya semuanya bisa membawa penonton
yang melihatnya untuk masuk ke dalam cerita tersebut yang dilengkapi dengan
berbicara melalui tembang, iringan musik yang membawa suasananya. Di lain sisi
untuk penggambaran tempat, suasana sudah sangat bagus kita seperti terbawa pada
keadaan Indoonesia jaman dahulu, yang dilengkapi dengan pemakaian busananya dan
kegiatan masyarakatnya sehari – hari. Tetapi ada kekurangan pada film ini
mungkin tidak semuanya orang yang melihat akan mengerti tentang maksud dari
film ini.
Untuk para pelaku seni
kemungkinan jika melihat film ini akan mengerti tentang apa dan bagaimana serta
maksud dari film ini sendiri. Karena dalam melihat film ini banyak sekali
menggunakan simbol – simbol untuk menvisualisasikan dan mengartikan dalam
adegan setiap adegan. Terlepas dari itu semuanya film ini sangat baik dan bagus
tentang bagaimana ujian sebuah Kesetiaan di dalam menjalanikehidupan yang sudah
berpasangan atau bersuami istri. Dimana di dalam pembuatan film ini mereka
semuanya berusaha untuk tetap melestarikan dan mengembangkan Budayanya sendiri
di tengah Era Globalisasi saat ini dan membuat penonton yang melihatnya selalu
bertanya setelah adegan ini apa dan bagaimana kita masuk ke dalamnya untuk
bertanya dan berpikir apa yang dimaksud dan pesan apa yang bisa diambil setelah
kita menonton film ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar