..rahayu
Selasa, 02 Agustus 2016
Sabtu, 30 Juli 2016
Minggu, 26 Juni 2016
kritik tari miftakul janaah
Miftahul Jannah (2013.1.111.1099)
kritik tari.seni tari.6.stkws.2016.
Dosen R Djoko Prakosa
Dari hasil
pengamatan yang telah saya lakukan, berikut penguraian mengenai kritik,
komentar, dan saran terkait dengan video “CRAZY HORSE” yang telah saya amati.
Penulisan ini berisiskan penjelasan dan argumen saya berdasarkan daya tafsir
saya yang dikaitkan dengan lima asas bentuk yang dinilai indah yaitu, unity
(kesatuan), harmonity (keselarasan), contras (perbedaan yang nyata sehubungan
dengan suasana pertunjukan, gerak dengan iringan gerak, penggunaan
warnadekorasi dengan kostum, lighting, dls) balance (keseimbangan), complexity
(kerumitan). Kelima asas diatas merupakan dasar pembentuk nilai keindahan dalam
sebuah karya seni. Berikut penjelasan secara terperinci mengenai kelima asas
tersebut, komenter, kritik, saran terkait tentang video “CRAZY HORSE” tersebut
pada tiap-tiap adegan.
ADEGAN
1
Terdapat
seorang wanita berambut panjang sepunggung, berponi depan, dn membawa tongkat
dan duduk di sebuah kursi, memakai sepatu berwarna hitam dan kaos kaki panjang
berwarna hitam, dia memakai busana hanya mengenakan celana dalam bertali, lalu
tali tersebut ia belitkan di sekitar perut, dada hingga punggung.
ADEGAN
2
Terdapat
dua orang wanita memakai tutup kepala berwarna putih dengan hiasan pernak
pernik seperti berlian, di lengan dan pergelangan kedua tangan kedua wanita
tersebut memakai seperti gelang berwarna abuu-abu. Kedua wanita tersebut hanya
celana dalam dan bersepatu hak tinggi
berwarna abu-abu. Mereka berdua berada di dalam ruangan yang berbentuk
lingkaran dan berbahan kaca di dalamnya ada dua kursi yang mereka duduki.
ADEGAN
3
Pada
adegan ini hanya menampilkan visual dari seorang wanita yang hanya
memperlihatkan kedua kakinya dengan menggunakan sepatu berhak tinggi berwarna
hijau dengan bahan fosfor sehingga jika di ruangan gelap sepatu itu akan
menyala seperti lampu lalu tidak lama kemudian di perut wanita tersebut
digambari seperti wajah, ada dua mata, hidung, dan mulut.
ADEGAN
4
Pada
adegan ini terdapat seorang wanita yang menggunakan penutup kepala dan memakai
kalung berwarna hitam, bersepatu hak tinggi berwarna putih bening, mengenakan
busana celana dalam yang menyambung ke bra. Pada adegan ini cenderung
memperlihatkan kakidan tangan saj uang bergerak sesuai denggan rama dan tempo
dinamik.
ADEGAN
5
Pada
adegan ini terdapat wanita yang berambut sebahu dengan mengenakan kostum yang
hanya menutupi bagian dada, perut, dan pinggul, kostum tersebut berbahan kain
yang transparan sehingga bra dan celana dalamnya terlihat. Wanita tersebut
memakai sarung tangan panjang selengan, kostum yang digunakan berwarna hitam,
menggunakan kkalung berwarna hitamdan berliontin salib berwarna hitam dan
berukuran besar, menggunakan stocking panjang setinggi paha, menggunakan sepatu
berhak tinggi berwarna hitam , dalam adegan ini menggunakan properti berbentuk
bibir yang sangat besar dan berwarna merah.
ADEGAN
6
Terdapat
seorang wanita yang menari dengan menggunakan property seperti tali atau kain
yang diikat ke atas berwarna merah, wanita berambut pendek berwarna merah
menggunakan baju ketat berwarna hitam menutupi tangan dan kaki saja dan bagian
alat vital. Namun, bagian dada dan pinggul tidak ditutupi, memakai kalung
merah, dan bersepatu tinggi berwarna merah.
ADEGAN
7
Adegan
ini merupakan adegan terakhir dalam video tersebut, pada adegan ini terdapat
lima wanita berpwnampilan seksi dengan mengenakan bussana hanya celana dalam
sja dan seperti tali yang hanya sebagai penghias pada bagian dada dan panggung,
kelima wanita tersebut memiliki rambut pendek dan berwarna putih, serta memakai
sepatu berwarna hitam.
Setelah
pemaparan peradegan sesuai dengan apa yang saya lihat diatas yang ttelah saya
diskripsikan, berikut hasil penafsiran yang saya tangkap dari imajinasi yang
ada dalam pikiran saya,tangkap dari imajinasi yang ada dalam pikiran saya,
berikut kesan yang munculterkait ddengan garap medium tarinya.
Menurut
saya video “CRAZY HORSE” ini merupakan salah satu bentuk karya seni pertunjukan
yang memiliki nilai 0dan makna yang tersirat, mungkin akan sulit diterima oleh
bebarapa masyarakat awam dan tertentu. Konsep garap yang digunakan berbentuk
seni modern kontemporer, bentuk koreo yang ditampilkan tidak teerlalu memiliki
compleksitas (kerumitan) gerak namun tetap memiliki makna-makna tertentu. Karya
ini memiliki kesan tanpa batas, tidak terlalu memperdulikan nilai dan norma
agama, bahkan terkesan merupakan sesuatu hal yang sudah biasa. Menurut saya
pertunjukan ini berisi tentang kehidupan pada lingkungan saat ini, terutama
pada wanita, yaitu bentuk prostitusi wanita, gaya hidup wanita masa kini, serta
kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di lingkungannya. Dari segi estetiknya jika
dikaitkan dalam lima asas pembentuk nilai estetik yaitu unity (kesatuan),
harmonity (keselarasan), contras (perbedaan yang nyata sehubungan dengan
suasana yang disajikan), dan complexity ( kerumitan). Dalam video ini memiliki
satu kesatuan unsure pembentuk nnilai estetik yang tertata dan terkonsep baik
dan menarik. Dekorasi, property, penataan cahaya, kostum, yang digunakan
berdasarkan konsep-konsep tertentu yang terbungkus apik dan hanya untuk
kepentingan estetika. Pada tiap-tiap adegannya dan dialami , serta kebiasaan
kebiasaan wanita tersebut, yaitu wanita dalam lingkungan prostitusi, glamour,
keindahan bentuk tubuh yang dimiliki.
Kesan
yang saya tangkap pula mengenai video ini yaitu wanita merupakan sumber dari
segala kebutuhan pria, penggambaran kehidupan masa kini yang telah menyalahi
norma seperti tertsrik kepada sesame jeniis, penggambaran tentang kepuasann
bercinta atau melakukan hal intim, penggambaran tentang sesuatu yang dilakukan
karena terpaksa serta dipaksa, kemudian penggambaran tentang perasaan jiwa
seorang wanita yang telah terjerat dan terperangkap dalam hal-hal tersebut,
namun tetap menjalaninya meski terpaksa karena terbiasa mereka merasa nyaman
dengan hal itu, lalu pada adegan kelima menurut saya simbol bibir dan wanita
yang ditampilkan merupakan makna bahwa bibir adalah sumber dari kenikmatan dari
kegiatan seks atau awal dari berbuat hal tersebut, serta penggambaran seorang
wanita yang benar-benar menyesali dan tertekan oleh apa yang dia perbuat dan
telah menjadi kebiasaannya, kemudian pada adegan terakhir, menurut saya
penggambaran tentang kebiasaan dan kehidupan sosialita wanita masa kini yang
penuh dengan pernakpernik keindahan duniawi.
Dari
kesan yang telah saya tafsirkan diatas, kita daapat melihat dan menumakan
nilai-nilai yang terkandung dalam video “CRAZY HOSRE” ini nilai yang ditemukan
pasti memilki maksud dan tujuan kepada penikmat dan penonton karya ini. Nillai
yang paling esensi yang terkandung dalam sebuah karya seni pertunjukan dapat
digunakan sebgaai bentuk kritik dari
seorang koreografer atau pencipta karya tersebut. Dalam tarian ini atau video ini,
nilai yang terkandung di dalaamnya yaitu nilai sosial atau kritik sosial.
Kritik sosial ang berupa kritikan terhadap para wanita-wanita di lingkungannya
yang mungkin telah kelewat batas dalam masalah seks, harta, dls, nilai ini juga
dapat dimaksudkan kepada pemerintah dan masyarakat lingkungannya yan tinggal
diam dan terlalu tidak memperdulikan masalah tersebut. Menurut saya Negara yang
baik adalah Negara yang memiliki karakter wanita yang baik, pintar, patuh
terhadap norma dan etika, dalam hal ini.
Dari
karya video “CRAZY HORSE” ini, masih banyak karya-karya lain yang mengisahkan
tentang seks dan sebab akibatnya, seks dengan lingkungannya serta seks dengan
aspek-aspek kehidupannya dalam masyarakatnya. Namun, dibandingkan dengan karya
yang lain dan yang sudah ada karya ini lebih mengutamakan kepentingan estetik
dari bentuk gerak tari yang disajikan hingga unsure-unsur pendukung
pertunjukannya, seperti peraga yang memiliki keindahan bentuk tubuh dan wajah
yang menarik, tat arias dan busana, serta property yang digunakan ditata sesuai
dengan konsep tertentu, tata panggung dan pencahayan yang menarik namun tetap
dalam konsep yang ditentukan.
Mengenai
hal ini kita dapat meresensi sebuah nilai yang telah terkandung dalam karya
seni pertunjukan ini. Pada sajian crazy horse ini, menurut saya sangat luar
menarik, pencipta yang berani tanpa mengukur nilai norma dan etika yang belaku
dalam lingkungannya, dalam proses garap dan konsepnya, namun tetap teliti dan
berhati-hati dalam penggarapannya agar hasil karyanya tidak menimbulkan
kontoversi dilingkungannya. Simbol dan tanda menjadi hal yag paling penting dan
dominan dalam penyampaiannya maksud dan maknanya, dan karya ini mampu membuat
daya tafsir yang bermacam-macam.
Senin, 20 Juni 2016
Kritik Seni Arda Fathimah.
OPERA JAWA: Paparan Kritik Seni Pertunjukan.
Arda
Fathimah Fania Ena. NIM 2013.1.111.1081. KritikTari. Seni tari 6. Stkws.2016
Dosen: R. DjokoPrakosa
Opera
Jawa adalah film musical produksi gabungan Indonesia dan Austria yang
disutradari oleh diproduksi oleh GarinNugroho dan diproduksi pada tahun 2006,
dibintang iantara lain oleh Artika Sari Devi, MrtinusMiroto dan RetnoMaruti.
Sinopsis:
Kisah dalam film independen ini menggambarkan kehidupan yang penuhkonflik dengan
menggunakan kisah Ramayana sebagai patokan cerita.Hampir semua aspek kehidupan masuk
di dalamnya: mulai dari permasalahan cinta segitiga dalam sebuah keluarga
(dengantokohSetyo, SitidanLudiro) hingga masalah social, politik dan perekonomian
yang mengorbankan kehidupan rakyat kecil.
Ada
aspek yang unik dari film ini karena menggabungkan unsure seni drama, tari,
busana tradisional Indonesia serta menampilkan juga keindahan panorama
Indonesia.Para seniman Indonesia di bidang-bidang tersebut juga turut meramaikan
film ini. (Page source: https://id.wikipedia.org/wiki/Opera_Jawa)
Sajian
Seorang perempuan
berambut panjang tergerai mengenakan kemben sedang menari gerakan alus dimulai dengan gerakan tangan,
senapan ditangan kanannya, bersamaan muncul tulisan ‘sains’.Lalu ia menengadahkan
kepalanya sembari mengarahkan senapannya dari dahi ke dagu, perlahan ia seret keleher
bersamaan muncul tulisan ‘estetika’disusul ‘teknologi’. Kemudian berjalan mundur,
mengangkat tangankanannya dan mengarahkan senapan ke depan lalu ditembakkan bersamaan
muncul tulisan ‘SET Film Workshop’.
Isi:
1. Penduduk
berkumpul mendengarkan seorang pria berbadan besar sedang bercerita tentang kisah
seorang DewiSinta yang hatinya diperebutkan oleh banyak laki-laki.
2. Tampak
seorang pria gundul sedang melakukan pemujaan di bawah pohon yang diikat kain putih.
3. Tampak
sekelibat kegiatan penduduk di siang hari.
4. Sepasang
suami istri memetik buah menggunakan galah.
5. Sang
istri sedang membenahi sanggul lalu sang suami duduk di belakangnya, tangan kanannya
turut memegang sanggul. Saat sang istri menggigit sebuah jepit, sang suami mengambil
jepit tersebut lalu mengusaplembut bibirnya, kemudian mereka bernyanyi.
“nalika
lemah wis ra nguripi, aku lan kowe kaya Rama lan Sinta, sing kasingkir saka bumine
dewe. Sing isih mung kasetyan, pandunga lan katresnan”.
6. Tampak
patung-patung berbentuk kepala diatas piring-piring yang memenuhi ruang dan diantaranya
ada satu lilin merah besar. Tiba-tiba muncul seorang pria dari balik daging sapi
yang digantung, ia bernyanyi sembari mengurai rambut ikalnya. Ia berjalan dan melakukan
gerak junjungan diimbangi dengan volume gerak yang lebar.
7. Tampak
segerombolan pemuda bergerak rampak menggunakan sebuah properti yang digendong dan
dua properti yang dibawa kedua tangannya. Mereka datang ke pasar untuk berbuat onar,
mengobrak-abrik tempat berjualan, sehingga membuat orang-orang ketakutan dan berlarian
pergi.
8. Tampak
seorang pria paruh baya dengan berani mengacungkan telunjuknya kearah segerombolan
pemuda pembuat onar sambil bernyanyi.
“Dumeh kowe wong kuasa, tindakmu angger, aku luput
apaa ka aniaya, nganti bubras getih”.
Para
pembuat onar bergerak bersama dan berteriak kemudian berlari kearah kakek tersebut
lalu membunuhnya.Tampaknya siapa saja yang melawan akan dibunuh.
9. Seorang
anak laki-laki menggendong adiknya, menoleh kearah boneka yang digantung pada
bamboo sambil keheranan, tiba-tiba muncul seorang bapak yang menyuruhnya pergi.
10. Suami
berpesan kepada seseorang untuk menunggu rumah dan menjaga istrinya selama ia pergi
bekerja di tempat yang jauh.
11. Seorang
pria paruhbaya lainnya memberikan sambil membacakan sepenggal isi surat kepadaSiti,
kemudian ia melanjutkan membaca sendiri.
12. Seorang
pria melakukan pengasapan dari pemujaan di sekitar rumah Siti sebagai penjagaan
untuk sang istri yang ditinggal suaminya.
13. Siti
dengan raut wajah sedih kemudian digoda oleh seseorang berwajah lucu dengan gerakan
lucu mencoba menghibur Siti. Lalu akhirnya Siti tergoda untuk ikut menari.
Kesan, Imajinasi Tari.
Satu persatu pemeran
(aktor, aktris) tampil piawai. Tidak ada gerakan yang tersia-sia. Kalau kita biasanya
hanya melihat gerak tari dari jauh, yaitu dari kursi penonton kepanggung, maka dalam
film ini kita bisa melihat gerak tari secara close up. Gerakboleh tampil gemulai tapi energi yang tersalur bisa kita
rasakan karena tampak jelas pada otot para penarinya.
Cerita ‘Opera
Jawa’ merupakan saduran bebas dari epic Ramayana
dengan meletakannya dalam konteks yang sangat ‘Indonesia’. Pilihan ini membuat penonton
dengan cepat memiliki ikatan dengan cerita. Semua ditampilkan dengan tari dan tembang
yang mudah-mudahan masih menjadi bagian bawah sadar berkesenian masyarakat kita.
Koreografi tari
yang kuat memainkan peranan penting. Ekspresi mentah gerak penari mampu menyajikan
emosi yang diharapkan. Kita bisa ikut merasakan ketika hasrat Siti menggelora dalam
tarian menggunakan kukusan nasi, tergoda bujuk rayu Ludiro yang bersembunyi dibalik
kiri tembang yang menceritakan nikmatnya telo (ketela). Di lain waktu, kesan mencekam
begitu terasa lewat gerak penari yang liar yaitu Ludiro dan kelompoknya
(sekelompok pemuda berpakaian ala penari tapi bertopi tentara) yang menindas semua
yang tidak mau tunduk padanya.
Apabila diamati dari
gerakan tarian dalam ‘Opera Jawa’ adalah karakter budaya Jawa Kontemporer. Setting eksterior rumah Setyo-Siti menjadi
penunjuk ruang sosial. Pada saat adegan pengawal melakukan ritual Mawija, dia bergerak natural bercampur tari
tradisional Bali.Pada kepercayaan Hindu Bali, upacara ritual Mawija adalah upaya menumbuh-kembangkan benih-benih
sifat kedewasaan (Siwa) untuk mengatasi sifat keraksasaan yang tumbuh dan berkembang
dalam pikiran dan hati manusia.Nilai-nilai moral dan agama yang dipresentasikan
oleh pengawal dan kelompoknya memberikan pertolongan kepada Siti yang
kebingungan dan tidak berdaya supaya bebas dari kuatnya desakan dan iming-iming hasrat kepemilikan materi.Kemudian
nilai-nilai moral tradisional juga masih dianggap sebagai benteng kuat untuk melindungi
masyarakat dengan latarbelakang sosial budaya tradisional.
Terjadi benturan
antara nilai budaya/tradisi/agama/moral dengan nilai kapitalis medalam diri tokoh
Siti, dimana Siti berada dalam kebimbangan diantara mengikuti kata hati atau tetap
berada pada nilai-nilaitradisi/budaya/agama dalam pemenuhan hasrat kepemilikan materi.
Ketidakberdayaan dalam dominasi kekuasaan pada pertentangan kelas dan ketidak-mampuan
pemenuhan hasrat (ekonomi, kesenangan dan birahi) yang diinginkan istrinya pada
tokoh Setyo.Kecenderungan feminisme, persoalan gender yang menggugat dominasi maskulinitas
dan pengembaraan pemenuhan hasrat (ekonomi, kesenangan dan birahi) pada tokoh Siti.Konflik
eksternal pada tokoh-tokoh yang terlibat, merefleksikan persoalan gender,
feminisme, kapitalisme, pertentangan kelas dan dominasi kekuasaan.
Pesan dan makna pada
film Opera Jawa ini merefleksikan persoalan gender, feminisme, dominasi maskulinitas,
dominasi kekuasaan, pertentangan kelas dan kapitalisme di tengah kehidupan masyarakat
patriarkal dalam sosio-budaya Jawa Komtemporer. Sang sutradara, Garin mengaktualisasikan
epik Ramayana yang menjadi rujukan tersebut menjadi kendaraan aktualisasi ekspresi
diri pribadi dalam konteks estetika posmodern.
“Opera Jawa”. Sutradara : Garin Nugroho. Penulis Armantor Pemeran : Artika Sari Devi, Martinus Miroto, Eko Supriyanto, I
Nyoman Sura, Retno Maruti, Jecko Siompo
Pui, Slamet Gundono Musik; Rahayu
Supanggah; Sinematografi : Teoh Gay Hian; Penyunting : Andhy Palung Waluyo; Distributor :
SET Film Workshop
OPERA JAWA Annisa Karina
OPERA JAWA
Annisa
Karina Maharani. 2013.1.111.1080. /kritik Tari. Seni Tari.6. STKWS. 2016.
Dosen: R. Djoko
Prakosa
Di dalam pembuatan film ini yang
berjudul Opera Jawa mengandung nilai Sains, Estetika, Teknologi, dan Simbolis.
Film ini diproduksi oleh SET FILM WORKSHOP.
Pembuatan film sendiri dibantu oleh
1. New
Crowned Hope Festival Vienna 2006
2. Set
Film Worshop
3. Goteborg
Film Found
4. Hubert
Bals Fund of the International Film
5. Festival
Rotterdam
6. Swiss
Agency for Development and Cooperation
Sumber dari film ini adalah awalnya saya
menonton video pada saaat mata kuliah Kritik Tari yang diputarkan oleh Dosen
saya bernama Joko Prakosa, M.sn. Kemudian tugasnya adalah mengkritik film ini.
Untuk melengkapinya saya melihat film ini secara lengkap dan langsung melalui
You tube.
Film
ini merupakan visualisasi dari cerita Kisah Cinta antara Rama dan Sinta
kemudian ada sosok Rahwana yang sangat menyukai, mencintai dan ingin mendapat
Sinta. Dimana adegan pada film ini adalah pada saat bagaimana Rahwana berusaha
untuk menculik Sinta dari tangan Rama dan Leksmana adiknya. Setiap adegannya
menggunakan simbol – simbol tertentu, selalin itu juga terdapat unsur dramatik
juga dengan perpaduan Tari Tradisional, Budaya (Adat Istiadat) Jawa serta unsur
Musik, Teater, tidak lupa juga unsur Seni Rupa. Sehingga semua elemen seni
(Seni Tari, Seni Musik, Seni Teater dan Seni Rupa) terdapat pada film ini dan
melebur menjadi satu di dalamnya. Bagaimanapun caranya Rama akan tetap
mempertahankan Sinta dibantu oleh adiknya Leksmana. Pemeran Utama dalam film
ini adalah
1. Martinus
Miroto sebagai Rama
2. Artika
Sari Dewi sebagai Sinta
3. Eko
Supriyanto sebagai Rahwana
4. Jacko
Siompo Pui sebagai Anoman
Untuk pemeran pembantu lainnya adalah
1. Retno
Maruti
2. I
Nyoman Sura
3. Slamet
Gundono
Kemudian dalam cuplikan
Film ini dibagi menjadi beberapa adegan yang pokok yaitu dimulai dengan
a.
Adegan 1
Terlihat
sekumpulan masyarakat yang berkumpul menjadi satu dan membentuk sebuah
lingkaran. Mereka semuanya bersamaan melihat dan mendengarkan sebuah cerita
yang diceritakan oleh seorang pendongeng yang duduk di sebuah kursi, berada di
tengah – tengah kerumpunan, berbadan gemuk, kulit putih, memakai syal udeng di
leher berwarna coklat, celan berwarna abu – abu, memakai topi koboi berwarna
hitam dan tidak memakai baju. Sedangkan di bawahnya (di depannya) persis dengan
posisi duduk bersila adalah Ketua Adat, disampingnya adalah Rama sedangkan di
depannya Rama adalah Sinta. Ketua Adat sendiri memakai hem berwarna putih
lengan panjang, sarung disilang ke kanan pada bagian puggung depan dan belakang
serta udeng, Di samping kirinya gambaran dari seorang Rama. Ia memakai hem berwarna abu – abu muda lengan pemdek.
Celan panjang berwarna coklat, Potongan rambut rapi, duduk bersila dengan
posisi kedua tangan digenggan medepannjadi
1. Untuk gambrannya Sinta sendiri adalah memakai Kemeja Putih Bunga lengan
pendek, Berambut panjang di kuncir bawah, membawa keranjang belanja yang
terbuata dari anyaman bamboo yang berisi sayuran, membawa kukusan yang terbuat
dari anyaman bamboo berbentuk kerucut biasanya dipakai untuk menanak nasi,
kedua tanga menggemgam menjadi satu.
Keduanya
saling memandang satu sama lain dan tersenyum. Begitu juga melihat ke samping
kana dan kiri untuk me;lihat Ketua Adat berbicara dan menyampaikan pesan kepada
mereka berdua. Di depannya terdapat kotak berwarna coklat. Kemudian tangan
ketiganya bergabung menjadi satu berada
di tengah atau di atas kotak tersebut. Setelah dibuka kotak itu ternyata di
dalamnya berisi sebuah hati yang masih segar. Pendongeng itu sambil berkata dan
bernyanyi bahwa di dalam hati babi ini semua orang bisa melihat seluruh
kehidupannya. Selain itu juga bisa membaca nasib siapa pun. Dalam kehidupan,
kematian serta cinta itu bercampur bersama – sama. Inilah ceritanya Sang Dewi
Sinta. Hati yang diperebutkan oleh banyak laki – laki se- dunia. Mulai dari
jaman dahulu (Adam atau Nabi) samapi Adam Smith. Semua orang mencari tentang
kebenaran setiap manusia itu belum tentu benar. Untuk gambaran dari
masyarakatnya berpakaian jaman sekarang tetapi terlihat sederhana.
b.
Adegan 2
Terlihat
suasana di sebuah rumah kuno atau Desa terdapat empat (4) kursi tamu dan satu (1) meja bundar membentuk
lingkaran, ada (1) dipan (tempat tidur) dengan dialasi karpet yang terbuat dari
anyaman bambu diatasnya terdapat satu (1) besek berukuran sedang yang terbuat
dari bamboo serta satu (1) rambut cemara, satu (1) meja rias berbentuk kotak di
atasnya terdapat kukusan dari anyaman bambu, satu (1) kaca rias, satu (1)
kursi, dua (2) cemara yang tergantung di dinding, jendela yang bersekat kayu,
satu (1) kaca jendela kecil, dua (2) pintu yang berslambu. Disini sosok Sinta
duduk diatasa dipan dengan memegang satu (1) buah kukusan seperti membanyangkan
sesuatu dan sambil berpikir. Kemudian kukusan itu diletakkannya kembali secara
pelan – pelan di samping kanannya. Dengan rambut terurai panjang, memakai
daster panjangnya di bawah lutut, bermotif bunga – bunga.
c.
Adegan 3
Suasana berada di sebuah Desa dengan berbagai
macam aktifitas, rutinitas, pekerjaan yang dilakukan setiap harinya. Terlihat
ada tiga (3) orang yang membakar gerabah, dua (2) orang laki – laki, satu (1)
orang perempuan membuat kerajinan kendi atau guci yang terbuat dari tanah liat.
Sedangkan lima (5) orang perempuan paru baya membuat guci tetapi dari proses
awal pembentukkannya dengan berbagai macam bentuk. Mereka semuanya ada yang
memakai pakaian (busana) kebaya kuno, daster, sewek, kaos, celana panjang.
Untuk sosok Sinta memakai daster panjang motif bunga – bunga dengan rambut di
kepang panjang ke samping kiri, kegiatannya sendiri adalah menghitung hasil
dari hasil penjualannya dan ada satu (1) perempuan paru baya yang berbicara
dengannya. Tiga (3) perempuan paru baya asyik mengobrol bersama. Kemudian ada
satu (1) perempuan yang sedang proses membuat kendi. Ada juga tiga (3)
perempuan paru baya yang membuat sanggul. Disini terlihat sekali tentang
bagaimana kehidupan di jaman dahulu tentang segala rutinitas, kegiatan,
aktifitasnya di dalam bekerja selain itu saling bekerjasama, saling membantu
satu (1) sama lainnya, kerukunannya. Terlihat bagaimana keaslian Indonesia
dalam mempertahankan dan membudidayakan Kebudayaannya sendiri tanpa terpengaruh
oleh Budaya Asing.
d.
Adegan 4
Pada
adegan ini terlihat pemeran gambaran dari Leksmana sedang melakukan ritual atau
doa di sebuah hutan. Di hutan itu terdapat banyak pepohonan tetpi hanya satu
pohon yang dipilihnya dan diberi kain berbentuk persegi pangjang melingkari
besarnya pohon sehingga terlihat pohon keramat. Di bagian bawahnya ada sebuah
balok kayu dan diberi kain putih. Selain itu ada sebuah nampan yang berisi
tentang perlengkapan ritual atau doa serta ada berapa biji Dupa yang dinyalakan
sehingga menimbulkan efek asap. Saat itu sosok pemeran Leksmana memakai baju
hem berwarna cream lengan pendek, udeng bali berwarna putih, sarung pangjangnya
diatas mata kaki, memakai sabuk di pinggang, dan berduduk bersila melakukan
ritual dan doa. Selesainya sajennya dibawa pulang kembali.
e.
Adegan 5
Untuk
adegan ini terlihat pemeran dari gambaran Rama dan Sinta sedang bersama di sebuah
halaman untuk mengambil buah sukun dengan menggunakan tongkat panjang dan
bagian ujungnya ada pisaunya. Di adegan ini Rama memakai baju kaos polos
berwarna putih dengan celana pangjang berwarna coklat, sedangkan Sinta memakai
daster berwarna coklat dan rambutnya diikat satu di bawah. Saat adegan ini
terlihat sekali kemesraan keduanya dengan balutan kebahagian,keharmonisan, dan
kesetiaan. Terlihat saat adegan Sinta mengambilkan alat untuk mengambil buah
antara Rama dan Sinta saling memendang dengan tersenyum bahagia.
f.
Adegan 6
Terlihat
sekali bagaimana kebersamaan, kemesraan, keharmonisan diantara keduanya. Saat
itu Sinta membuat sanggul dan mengambil tusuk kondenya sedangkan Rama duduk
dibelakang Sinta, keduanya duduk bersama di atas Ranjang atau Dipan dengan
saling memandang. Rama pun ikut mengambil dan memegang tusuk konde yang akan di
pasang di sanggul. Sehingga keduanya saling memegang tangannya dan jari tangan
Rama digit kecil oleh Sinta. Keduanya memakai baju batik. Untuk Rama memakai
warna hitam dengan motif berwarna abu –
abu sedangkan Sinta dengan motif bunga berwarna hijau muda. Keduanya mulai
melakukan gerak – gerak tertentu (menari) serta keduanya menembang. Isinya
sendiri adalah Meskipun tanah sudah aku hidupkan aku dan kamu Rama Sinta yang tersnigkir
dan buminya sendiri yang ada cuma Kesetian, kemesraan, kebahagiaan, doa serta
cinta. Walaupun nembang keduanya bergerak (menari) dengan posisi jari 1
nyempurit.
g.
Adegan 7
Banyak
terlihat patung – patung hanya bagian kepalanya saja. Ada yang berwarna merah
dan putih. Dan bisa dinyalakan sebagai lilin. Seperti terlihat di sebuah
ruangan untuk memotong daging sapi, terlihat bahawa di dalam ruangan itu satu
ekor sapi yang sudah terkelupas kulitnya, dan daging sapi itu digantung.
Kemudian muncullah seorang laki – laki sebagai gambaran dari Rahwana yang
berkuasa, terlihat kejam dan bengis. Dengan memakai celana berwarna hitam,
jarik pendek berwarna coklat, memakai sabuk merah serta berabut panjang ikal.
Kemudian sambil menembang yaitu Aku setetes darah ibu yang berwujud badan,
daerah yang menutunku jadi manusia, aku penguasa dunia dari lahirnya rahim
ibuku, semua adalah kekuasaaku, Lebur. Kemudian sosok Rahwana itu mengambil
sebuah potongan kepala sapi kemudian banyak patung berbentuk kepala manusia dan
tengahnya menyala seperti lilin yang menyala dan ditiupnya.
h.
Adegan 8
Suasananya
berada di Pasar sebuah Desa. Muncul segerombolan laki – laki dengan memakai
sarung yang motifnya kotak – kotak, memakai topi koboi (laken kecil), membawa
kursi lipat yang terbuat bamboo yang digendong di punggungnya dan kedua
tangannya memegang alat cukur rambut yang digerakkan membuka dan menutup
sehingga menimbulkan bunyi atau nada. Mereka semuanya berjalan secara perlahan
dan membentuk sebuah barisan dengan mata tajam menorot ke depan. Kemudian
melakukan beberapa gerakan tetapi pada akhirnya mereka semuanya berekspresi
seperti sedang keadaan marah sehingga merusakserta melempari beberapa kios
pedang daging yang kemudian dagingnya diambil dan dibuang sambil berteriak dan
tertawa seperti mendapatkan kepuasan. Ada seorang pedagang paru baya yang
sangat kecewa dengan perlakuan segerombolan laki – laki ini yang diungkapkan
melalui tembang Mentang – mentang kamu orang yang berkuasa, tindakanmu
seenaknya sendiri, aku salah apa? Kok kamu aniaya seperti ini, hatiku sakit
sekali. Saat itu semua segerombolan laki – laki itu langsung mengkeroyok
seorang bapak paru baya itu dibalik semak – semak (tumpukkan padi). Kemudian
muncul seorang anak laki – laki yang menggendong adiknya di punggung sedang
berjalan, tidak sengaja saat berjalan dia melihat ada sebuah patung yang
membentuk manusia. Patung itu terbuat dari kain berwarna putih. Anak kecil itu
heran dan bingung melihat patung itu, kemudian keluarlah seorang laki – laki
paru baya yang membawa sapu lidi kecil dan mengusir anak laki – laki tersebut.
i.
Adegan 9
Saat
itu adegan pembuatan gerabah yang dibakar. Setelah selesai diproses dianaikkan
ke atas andong dan ditarik dengan dua ekor sapi. Terlihat pemeran Rama disitu
berpesan kepada pemeran Leksmana melalui tembang yaitu Kewajibanmu adalah
menunggu rumah dan jagalah istriku. Aku pergi tidak akan lama kemudian pemeran
Sinta membuka dompet serta memberikannya kepada Rama dan sambil membetulkan
baju Rama sebelum berangkat. Rama memberikan kunci kepada Leksmana. Barulah
Rama berang untuk berdagang dan memegang kendali andong tersebut.
j.
Adegan 10
Adegan
di sebuah ruang tamu rumah Rama, disitu Sinta duduk bersama dengan seorang
kakek. Kakek tersebut seperti membrikan informasi dan berpesan kepada Sinta
melalui tembang. Kemudian Leksmana datang dengan membawa minum yang tempatnya
disebut cangkir. Sinta memegang sebuah gulungan kertas yang dibawa oleh kakek
itu. Selesai membaca surat itu Sinta terihat bingung dan bimbang. Kemudian
kakek tersebut pamitan untuk pulang. Sinta langsung masuk ke dalam kamar.
Sedangkan Leksmana membersihkan meja ruang tamu dan membawa masuk ke dalam
cangkir minuman tadi.
k.
Adegan 11
Leksmana membawa sesaji yang berisi bunga serta dupa
yang sudah menyala. Kemudian dibelakangnya diikuti Sinta dan dibawanya ke dalam
tumpukkan serabut kelapa yang sudah kering. Disitu Leksmana membacakan mantra –
mantra atau doa untuk melindungi Sinta.
l.
Adegan 12
Terlihat
Sinta berada di dapur rumahnya sedang menanak nasi. Kemudian, seperti gambaran atau
halusinasi tentang bagaimana Rahwana ingin mengambil perhatian dan Hati Sinta,
dengan simbol – simbol ada sekelompokpenari laki – laki dan perempuan yang
sedang menari di dekat Sinta. Kemudian terlihat sosok Rahwana yang berusaha
menghibur dan merayu Sinta yang saat melihatnya terus tersenyum dan tersenyum.
Beberapa saat kemudian semuanya menari bersama dan bergembira dengan cara tang
Rama mengulurkan tangannya kepada Sinta.
Pada pembuatan Film ini
yang menvisualisasikan cerita Ramayana tentang Rama dan Sinta sangatlah bagus.
Tentang bagaimana mereka semuanya memadukan antara pembuatan film modern dengan
gambaran budaya jawa yang bekerjasama dengan para seniman, seniwati, penari,
artis (Putri Indonesia) dan rakyat menjadi satu rangkaian yang terlihat pada
sajian di sebuah Desa dan Hutan di dekat Desa tersebut. Untuk para pemain dalam
film ini sudah benar – benar ahli dibidanganya semuanya bisa membawa penonton
yang melihatnya untuk masuk ke dalam cerita tersebut yang dilengkapi dengan
berbicara melalui tembang, iringan musik yang membawa suasananya. Di lain sisi
untuk penggambaran tempat, suasana sudah sangat bagus kita seperti terbawa pada
keadaan Indoonesia jaman dahulu, yang dilengkapi dengan pemakaian busananya dan
kegiatan masyarakatnya sehari – hari. Tetapi ada kekurangan pada film ini
mungkin tidak semuanya orang yang melihat akan mengerti tentang maksud dari
film ini.
Untuk para pelaku seni
kemungkinan jika melihat film ini akan mengerti tentang apa dan bagaimana serta
maksud dari film ini sendiri. Karena dalam melihat film ini banyak sekali
menggunakan simbol – simbol untuk menvisualisasikan dan mengartikan dalam
adegan setiap adegan. Terlepas dari itu semuanya film ini sangat baik dan bagus
tentang bagaimana ujian sebuah Kesetiaan di dalam menjalanikehidupan yang sudah
berpasangan atau bersuami istri. Dimana di dalam pembuatan film ini mereka
semuanya berusaha untuk tetap melestarikan dan mengembangkan Budayanya sendiri
di tengah Era Globalisasi saat ini dan membuat penonton yang melihatnya selalu
bertanya setelah adegan ini apa dan bagaimana kita masuk ke dalamnya untuk
bertanya dan berpikir apa yang dimaksud dan pesan apa yang bisa diambil setelah
kita menonton film ini.
Langganan:
Postingan (Atom)